A. Definisi Nyeri
Menurut International Association
for Study of Pain (IASP), nyeri adalah pengalaman perasaan emosional yang
tidak menyenangkan akibat terjadinya kerusakan aktual maupun potensial, atau
menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan. Nyeri digolongkan ke dalam tanda
vital ke 5, dapat memberikan perubahan fisiologi, ekonomi, sosial, dan
emosional yang berkepanjangan sehingga perlu dikelola secara baik.
Nyeri dapat mengenai semua orang, tanpa memandang jenis kelamin, umur, ras, status sosial, dan pekerjaan. Tipe nyeri yang digunakan secara luas adalah nosiseptif, inflamasi, neuropatik, dan fungsional. Saat ini mulai jelas mekanisme neurobiologi yang mendasari berbagai tipe nyeri tersebut. Tipe nyeri yang berbeda memiliki faktor etiologik yang berbeda pula. Saat ini pendekatan terapi nyeri telah bergeser dari pendekatan terapi yang bersifat empirik menjadi pendekatan terapi yang didasarkan pada mekanisme nyeri.
Nyeri tidaklah selalu
berhubungan dengan derajat kerusakan jaringan yang dijumpai. Nyeri bersifat
individual yang dipengaruhi oleh genetik, latar belakang kultural, umur dan
jenis kelamin. Anak belum bisa mengungkapkan nyeri sedangkan orang dewasa
mengungkapkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi. Jenis
kelamin tidak mempunyai perbedaan yang signifikan, namun penelitian yang
dilakukan oleh Burn mempelajari bahwa kebutuhan narkotik pascaoperasi pada
wanita lebih banyak dibandingkan dengan pria. Pengalaman masa lalu dengan nyeri
juga memberikan pengaruh terhadap nyeri. Individu yang lebih berpengalaman
dengan nyeri yang dialaminya, makin takut individu tersebut terhadap peristiwa
yang akan diakibatkan.
B.
Teori
Nyeri
a. Teori
Spesivitas ( Specivicity Theory)
Teori
Spesivitas ini diperkenalkan oleh Descartes, teori ini
menjelaskan bahwa nyeri
berjalan dari resepror-reseptor nyeri yang spesifik melalui jalur neuroanatomik
tertentu kepusat nyeri diotak (Andarmoyo, 2013).
Teori spesivitas ini tidak
menunjukkan karakteristik multidimensi dari nyeri, teori ini hanya melihat nyeri
secara sederhana yakni paparan biologis tanpa melihat variasi dari efek
psikologis individu (Prasetyo, 2010).
b. Teori
Pola (Pattern theory)
Teori Pola diperkenalkan oleh
Goldscheider pada tahun 1989,
teori ini menjelaskan bahwa nyeri di sebabkan
oleh berbagai reseptor sensori yang di rangsang oleh pola tertentu, dimana
nyeri ini
merupakan akibat dari stimulasi reseprot yang menghasilkan pola dari
implus saraf (Andarmoyo, 2013).
Pada
sejumlah causalgia, nyeri pantom dan neuralgia, teori pola ini bertujuan
untuk menimbulkan rangsangan yang kuat yang mengakibatkan berkembangnya gaung
secara terus menerus pada spinal cord sehingga saraf trasamisi nyeri
bersifat hypersensitif yang mana rangsangan dengan intensitas rendah dapat
mengahasilkan trasmisi nyeri (lewis, 1983 dalam Andarmoyo, 2013).
c.
Teori Pengontrol Nyeri (Theory Gate Control)
Teori gate control dari Melzack dan Wall
( 1965) menyatakan bahwa implus nyeri dapat diatur dan dihambat oleh mekanisme
pertahanan disepanjang sistem saraf pusat, dimana implus nyeri dihantarkan saat
sebuah pertahanan dibuka dan implus dihambat saat sebuah pertahanan tertutup
(Andarmoyo, 2013).
d. Endogenous Opiat Theory
Teori ini di kembangkan oleh Avron
Goldstein, ia mengemukakan bahwa terdapat substansi seperti opiet yang terjadi
selama alami didalam tubuh, substansi ini disebut endorphine (Andarmoyo, 2013).
Endorphine mempengaruhi trasmisi implus
yang diinterpretasikan sebagai nyeri. Endorphine kemugkinan bertindak sebagai
neurotrasmitter maupun neoromodulator yang menghambat trasmisi dari pesan nyeri
(Andarmoyo, 2013).
C.
Klasifikasi
Nyeri
Kejadian nyeri
memiliki sifat yang unik pada setiap individual bahkan jika cedera fisik
tersebut identik pada individual lainnya. Adanya takut, marah, kecemasan,
depresi dan kelelahan akan mempengaruhi bagaimana nyeri itu dirasakan.
Subjektifitas nyeri membuat sulitnya mengkategorikan nyeri dan mengerti
mekanisme nyeri itu sendiri. Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan untuk
mengklasifikasi nyeri adalah berdasarkan durasi (akut, kronik), patofisiologi
(nosiseptif, nyeri neuropatik) dan etiologi (paska pembedahan, kanker.
a. Berdasarkan sumber nyeri, maka nyeri dibagi menjadi :
1)
Nyeri somatik luar
Nyeri yang
stimulusnya berasal dari kulit, jaringan subkutan dan membran mukosa. Nyeri
biasanya dirasakan seperti terbakar, jatam dan terlokalisasi.
2) Nyeri
somatik dalam
Nyeri tumpul (dullness) dan tidak terlokalisasi dengan baik
akibat rangsangan pada otot rangka, tulang, sendi, jaringan ikat.
3)
Nyeri viseral
Nyeri karena perangsangan
organ viseral atau organ yang menutupinya (pleura parietalis, pericardium,
peritoneum). Nyeri tipe ini dibagi menjadi nyeri viseral terlokalisasi, nyeri
parietal terlokalisasi, nyeri alih viseral dan nyeri alih parietal.
b. Klasifikasi
yang dikembangkan oleh IASP didasarkan pada lima aksis :
1) Aksis
I
: region atau lokasi anatomi nyeri
2)
Aksis II : sistem organ primer di tubuh
yang berhubungan
dengan
timbulnya nyeri
3)
Aksis III : karekteristik nyeri atau
pola timbulnya nyeri (tunggal,
regular,
kontinyu)
4) Aksis
IV : awalan terjadinya nyeri
5)
Aksis V
: etiologi nyeri
c.
Berdasarkan jenisnya nyeri juga dapat
diklasifikasikan menjadi :
1)
Nyeri nosiseptif
Karena
kerusakan jaringan baik somatic maupun viseral. Stimulasi nosiseptor baik
secara langsung maupun tidak langsung akan mengakibatkan pengeluaran mediator
inflamasi dari jaringan, sel imun dan ujung saraf sensoris dan simpatik.
2)
Nyeri neurogenik
Nyeri
yang didahului atau disebabkan oleh lesi atau disfungsi primer pada system
saraf perifer. Hal ini disebabkan oleh cidera pada jalur serat saraf perifer,
infiltrasi sel kanker pada serabut saraf, dan terpotongnya saraf perifer. Sensi
yang dirasakan adalah rasa panas dan seperti ditusk-tusuk dan kadang disertai
hilangnya rasa atau adanya rasa tidak enak pada perabaan. Nyeri nerogenik dapat
menyebabkan terjadinya allodynia. Hal ini mungkin terjadi secara mekanik atau
peningkatan sensitivitas dari noradrenalin yang kemudian menghasilkan
sympathetically maintained pain (SMP). SMP merupakan komponen pada nyeri
kronik. Nyeri tipe ini sering menunjukkan respon yang buruk pada pemberian
analgetik konvensional
3)
Nyeri psikogenik
Nyeri ini berhubungan dengan adanya
gangguan jiwa misalnya cemas dan depresi. Nyeri akan hilang apabila keadaan
kejiwaan pasien tenang.
d.
Berdasarkan timbulnya nyeri dapat
diklasifikasikan menjadi :
1)
Nyeri akut
Nyeri
yang timbul mendadak dan berlangsung sementara. Nyeri ini ditandai dengan
adanya aktivitas saraf otonom seperti: takikardi, hipertensi, hiperhidrosis,
pucat dan midriasis dan perubahan wajah: menyeringai atau menangis. Bentuk
nyeri akut dapat berupa:
(1) Nyeri
somatik luar : nyeri tajam di kulit, subkutis dan mukosa
(2) Nyeri
somatik dalam : nyeri tumpul pada otot rangka, sendi dan jaringan ikat
(3) Nyeri
viseral : nyeri akibat disfungsi organ viseral
2)
Nyeri kronik
Nyeri
berkepanjangan dapat berbulan-bulan tanpa tanda-tanda aktivitas otonom kecuali
serangan akut. Nyeri tersebut dapat berupa nyeri yang tetap bertahan sesudah
penyembuhan luka (penyakit/operasi) atau awalnya berupa nyeri akut lalu menetap
sampai melebihi 3 bulan.
e.
Berdasarkan derajat nyeri dikelompokkan
menjadi :
1)
Nyeri ringan adalah nyeri hilang
timbul, terutama saat beraktivitas
sehari hari dan menjelang tidur.
2)
Nyeri sedang adalah nyeri
terus-menerus, aktivitas terganggu yang
hanya hilang bila penderita tidur.
3)
Nyeri berat adalah nyeri terus menerus
sepanjang hari, penderita tidak
dapat tidur dan sering terjaga akibat nyeri.
D.
Anatomi
dan Fisiologi Nyeri
Salah satu sistem
saraf yang paling penting adalah menyampaikan informasi tentang ancaman
kerusakan tubuh. Saraf yang dapat mendeteksi nyeri tersebut dinamakan
nociception. Nociception termasuk menyampaikan informasi perifer dari reseptor
khusus pada jaringan (nociseptors) kepada struktur sentral pada otak Sistem
nyeri mempunyai beberapa komponen:
a. Reseptor
khusus yang disebut nociseptors, pada sistem saraf perifer, mendeteksi dan menyaring
intensitas dan tipe stimulus noxious. (orde 1)
b. Saraf
aferen primer (saraf A-delta dan C) mentransmisikan stimulus noxious ke CNS.
c. Kornu
dorsali medulla spinalis adalah tempat dimana terjadi hubungan antara serat
aferen primer dengan neuron kedua dan tempat kompleks hubungan antara local
eksitasi dan inhibitor interneuron dan tarktus desenden inhibitor dari otak.
d. Traktus
asending nosiseptik (antara lain traktus spinothalamikus lateralis dan
ventralis) menyampaikan signal kepada area yang lebih tinggi pada thalamus.
(orde 2)
e. Traktus
thalamo-kortikalis yang menghubungkan thalamus sebagai pusat relay sensibilitas
ke korteks cerebralis pada girus post sentralis. (orde 3)
f. Keterlibatan
area yang lebih tinggi pada perasaan nyeri, komponen afektif nyeri, ingatan
tentang nyeri yang dihubungkan dengan respon motoris.
g. Sistem
inhibitor desenden mengubah impuls nosiseptik yang datang pada level medulla
spinalis.
E.
Patofisiologi
Nyeri
Bila terjadi kerusakan jaringan/ancaman
kerusakan jaringan tubuh, seperti pembedahan akan menghasilkan sel-sel rusak
dengan konsekuensi akan mengeluarkan zat-zat kimia bersifat algesik yang
berkumpul sekitarnya dan dapat menimbulkan nyeri. Akan terjadi pelepasan
beberapa jenis mediator seperti zat-zat algesik, sitokin serta produk-produk
seluler yang lain, seperti metabolit eicosinoid, radikal bebas dan lain-lain.
Mediator-mediator ini dapat menimbulkan efek melalui mekanisme spesifik.
F.
Mekanisme
Nyeri
Nyeri merupakan suatu bentuk peringatan
akan adanya bahaya kerusakan jaringan. Pengalaman sensoris pada nyeri akut
disebabkan oleh stimulus noksius yang diperantarai oleh sistem sensorik
nosiseptif. Sistem ini berjalan mulai dari perifer melalui medulla spinalis,
batang otak, thalamus dan korteks serebri. Apabila telah terjadi kerusakan
jaringan, maka sistem nosiseptif akan bergeser fungsinya dari fungsi protektif
menjadi fungsi yang membantu perbaikan jaringan yang rusak.
Nyeri inflamasi merupakan salah satu
bentuk untuk mempercepat perbaikan kerusakan jaringan. Sensitifitas akan
meningkat, sehingga stimulus non noksius atau noksius ringan yang mengenai
bagian yang meradang akan menyebabkan nyeri. Nyeri inflamasi akan menurunkan
derajat kerusakan dan menghilangkan respon inflamasi.
0 komentar:
Posting Komentar